expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Saturday, September 1, 2012

Museum Ini Kehilangan Agustus


Bulan September.
Museum ini kehilangan Agustus.
Agustus yang tak ku isi samasekali.
Mungkin itu pembiaran, atau memang terencana,
Ketika sudah kurangkai kata, aku terlalu luka untuk kemudian mengabarkannya.
Kusimpan dalam folder pribadiku saja.
Kemudian sengaja kupilih memposting di bulan lainnya.

Sebelum ini mungkin ada luka lain yang pernah dibulan bulan lainya yang sering.
Jadi sebenarnya tidak ada yang special dengan bulan ini, dengan luka ini, atau bahkan dengan cinta.

Bulan Agustus,
Hari ulangtahunku?
Aku memang tidak pernah berharap lebih soal itu.
Lagipula bahkan ia tak ingin tahu bagaimana sekedar kabarku,
Meski aku sempat beberapa kali melempar tweet untuknya.
 

Ohya, mungkin aku kehilangan berbuka bersama,
Yang apakah entah masih bisa kunikmati di tahun depan dengannya.
Hei, aku memikirkannya.

Puisi ini,
Aku terpaksa menulisnya.
Kata tak berirama,
Kamu tak merasa,
Ini begitu lama,
Jeda antara kita,
Tak ada pesan, tak ada kata.
Aku, hanya menduga duga selebihnya.

Akan sampai di bulan mana,
Kita, bahkan kamu atau aku saja,
Bertemu sesungguhnya,
Cinta.



"Dua bulan sudah aku pergi, kamu tak mencari. Seharusnya aku sudah bisa menetapkan hati, bahwa aku tak pernah mempunyai arti. Seharusnya kamu merasa kehilangan, seharusnya untuk memulai nya lebih dahulu kamu tidak enggan. Sudah berapa bulan, apakah aku memang tak akan pernah dapat kepastian. Aku tahu terkadang manusia memang tidak harus jujur dengan perasaanya, tapi setidaknya jangan buat aku merasa kamu seperti membohongiku lalu membuatku menunggu, bukan karena aku tidak bisa, tapi haruskah aku yang mengatakan jujur lebih dahulu?"

“Museum ini kehilangan Agustus, kehilangan kejujurannya, kehilangan cinta untuk disampaikan. Hei, beberapa waktu yang lalu aku mendengar bahwa cinta itu adalah kejujuran. Untuk bulan ini aku tak dapat menyampaikannya, dan dengan membaca ini kamu tahu alasanku.”

“Aku belum berhenti, hanya mungkin inilah jedaku mencintai. Seperti menjelajah dalam mengelilingi, ketika kita lelah mungkin kita akan berhenti, tapi jika cinta itu bulat maka tak akan ada tepi.”

 “Sebulat bulan itu? Sesungguhnya untukmu aku tak pernah kehilangan rindu.”



03.59 - 04.45
Jakarta

(Farida Isfandiari, 1 September 2012)
 
*Kalau bulan bisa ngomong. Dia jujur takkan bohong. Seperti anjing melolong. Tiap hari ku teriakkan namamu, ya namamu. Kalau bulan bisa ngomong. Ada cinta yang terlalu. Ada rindu yang terlalu. Semua serba terlalu padamu, ya padamu. Aku kehabisan kata dan hampir tak dapat bicara. Dalam hati hanya ada rasa yang tak dapat kuwakilkan pada sajak lagu atau bunga


No comments:

Post a Comment