expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Saturday, April 28, 2012

Menunggu Apa? Masih Terjaga.


Menunggu apa.
Masih terjaga.
Menunggu tweetmu?.
Sedikit tersenyum simpul malu.
Seandainya kita dapat bercerita lebih banyak.
Mungkin tidur ku akan lebih nyenyak.
Pejamkan mata.
Kuharap kamu sedang tertidur pulas disana.
Membayangkan mimik lucu.
Atau mungkin raut wajah tidurmu.
Yah hari sudah mulai beranjak.
Ada baiknya kita bergegas untuk segera tidur sejenak.
Sudah tidur kamu?
Ya?
Hari cukup keras, saatnya kita sandarkan pada lunak.

01:10 - 01:15
(Farida Isfandiari, 28 April 2012)






Sunday, April 22, 2012

Beberapa hari ini aku memang sangat merindukannya.

Ya dia yang kutunggu.

Dia adalah siapa yang aku juga tak tahu.

KESATRIA KU

Sunday, April 15, 2012

"Yang paling dicintai adalah yang paling mudah melukai"
(Farida Isfandiari, 15 April 2012)

Saturday, April 14, 2012

"Yang mencintaimu tidak akan meninggalkanmu"
(Farida Isfandiari, 14 April 2012)

Friday, April 13, 2012

Distorsi Rasa


Perwujudan yang kita pilih.
Dengan mengeliminasi beberapa pilihan yang sebenarnya bisa kita wujudkan.
Dari sisi sisi yang seharusnya  dapat mengakomodir rasa.
Entah sampai kapan aku juga tak tahu.
Distorsi rasa ini, sepertinya masih harus tetap ku pertahankan
Sesuatu yang mungkin memang kita pandang berbeda.
Kamu seperti tidak pernah melihat bahwa rasa sebagai sesuatu yang penting.
Ya ini memang tidak pernah menjadi penting,
Seandainya saja dulu aku tidak pernah menggangap itu benar benar sesuatu yang penting.
Tapi kemudian kamu menjadi sesuatu yang penting.
Bahkan terkadang sangat, dan sering.
Dan itu tiba tiba, semenjak kamu begitu,
Kamu dulu dan sekarang berbeda, bahkan seperti tidak pernah.
Lalu sisi sisi untuk mewujudkannya kini tak lagi penting bagiku.
Dan aku anggap tidak pernah penting lagi.
Perubahan yang mungkin kita inginkan atau tidak kita inginkan, suatu saat pasti akan terjadi juga.
Untuk saat ini perwujudan rasa yang kupilih tetap sama.
Dirimu dari sisi sisi, mengeliminasi sejenak tentang  kenyataan.
Yang adanya memang seperti ini untukku.
Hanya bisa seperti ini.
(Farida Isfandiari, 13 April 2012)

00:56

Thursday, April 12, 2012

Duduk Sendirian


Seperti sedang duduk sendirian dan semua masih lalu lalang
Tak memperdulikan.
Tak ada.
Mengamatimu dari sudut sudut yang bisa ku jangkau.
Sedikit imajinasi, kadang menghantarkanku ke suatu tempat yang suatu hari memang ingin disana.
Ada dirimu tentunya.
Sedang apa?
Itu pertanyaan paling tidak penting yang sering ingin ku kirim,
Kalau kau juga sedang sendiri,
Sebenarnya siapa yang sedang kau tunggu untuk kemudian menemani duduk disampingmu.
Itu juga masih jadi pertanyaanku.
Kau tidak ingin bertanya aku sedang duduk menunggu siapa?
Tidak ada siapa siapa yang kutunggu.
Kalau aku mau dalam imajinasi itu aku bisa duduk dengan siapapun yang ku mau.
Hei, mau tahu tidak kalau aku tidak pernah merasa sendiri,
Karena dalam imajinasiku aku sedang duduk disampingmu,
Meski  sebenarnya sekarang aku tetap saja sedang duduk sendirian.
Semoga kau tidak pernah merasa sendirian.
Dan semoga ada yang mau duduk disampingku kelak dan aku tak lagi seperti orang bodoh yang duduk sendirian.
(Farida Isfandiari, 12 April 2012)

00:39

Wednesday, April 11, 2012

Seperti tak Semestinya


Ya, ini memang tak seindah yang semestinya.
Meski semestinya itu pun aku juga tak pernah tahu seperti apa.
Memang meski tak semestinya seperti ini.
Apa ini?
Seindah apa.
Untukku, ini seindah semestinya.
Meski seperti ini.
Memang aku tahu.
Tak pernah seindah itu.
Aku tahu semestinya.
Aku juga tahu.
Seperti ini seperti yang memang seperti semestinya untukku.
Semestinya aku tak.
Semestinya aku tahu,
Itu  tak juga.
Itupun tak pernah tahu.
Ya, aku tahu
Tahu aku seperti apa.
Aku tak seindah.
Tak pernah seindah.
Memang.
Semestinya aku tak pernah seperti ini.
Seperti ini.
Seperti tak semestinya.

22:44


(Farida Isfandiari, 11 April 2012)

Wednesday, April 4, 2012

Resonansi Rasa

Sekalipun pintu sudah ditutup.
Ada yang seolah mengetuk.
Terus dan menerus kadang keras, kadang melambat.
Tak berpikirkah ia.?
Bahkan  mungkin yang  didalam sedang  bermimpi.
Tengah mengerjakan  tugas.
Membenahi atau menyusun kembali  yang  mungkin  berantakan.
Keraskan music,  tak  akan bergeming.
Tetap di ketuk ketuk.
Ku sumpal telinga.
Dia masih menunggu disana,  kedengarannya begitu.
Sebenarnya  tak  ingin hiraukan.
Tapi terus di ketuk dari luar.
Terpaksa  keluar, karena  ketukan  itu seperti  butuh  untuk dibuka.
Namun susah payah menujunya.
Ketika  dibuka, tak  ada siapa siapa.
Tak  ada siapa-siapa.
Ya ketika aku keluar yang memang  ingin kulihat di depan pintu menungguku  adalah  kamu.
Kau ketuk  pintu hatiku.
Atau ini hanya semacam  halusinasi suara.
Sejujurnya  aku berharap  itu  adalah resonansi rasa dihatimu

(Farida Isfandiari, 3 April 2012)