Semalam aku tidur lebih awal.
Kira kira pukul sebelas malam.
Niatku ingin bangun disepertiga pagi,
Menunaikan separuh tulisanku, kewajibanku,
menyelesaikannya sesegera mungkin dan sebaik mungkin.
Namun aku terjerat pada sebuah mimpi.
Entah di mimpi bagian sebelah mana, aku
masih ingat, jelas di depan mataku aku menunggu arak arakkan pawai kematian
melintas.
Sudah sering jika mimpi itu aneh, dan
sesuka mimpi itu, dan siapa yang mengaturnya?
Antara aku ikut menyiapkan arak arakan atau
aku menunggu di tepi jalan, melihat.
Lalu aku mengomentari pawai kematian itu,
“pawainya bagus, barang barang yang diarak
pun mewah, ada pot pot bunga yang di gantung”
Paginya, aku terbangun oleh ketukan pintu
ayah yang tak henti henti.
Aku tadi bermimpi,
Aku menuju kamar mandi, duduk lalu menyapa
kedua orangtuaku,
Ingin rasanya menceritakan mimpiku langsung
pada mereka,
Tapi sebelum itu aku kembali lagi
kekamarku,
Kubuka handphoneku,
Sembilan pesan satu panggilan.
Tanpa ekspresi.