expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sunday, October 28, 2012

"Dimana Mbak Ria?"


Semalam aku tidur lebih awal.
Kira kira pukul sebelas malam.
Niatku ingin bangun disepertiga pagi,
Menunaikan separuh tulisanku, kewajibanku, menyelesaikannya sesegera mungkin dan sebaik mungkin.
Namun aku terjerat pada sebuah mimpi.
Entah di mimpi bagian sebelah mana, aku masih ingat, jelas di depan mataku aku menunggu arak arakkan pawai kematian melintas.
Sudah sering jika mimpi itu aneh, dan sesuka mimpi itu, dan siapa yang mengaturnya?
Antara aku ikut menyiapkan arak arakan atau aku menunggu di tepi jalan, melihat.
Lalu aku mengomentari pawai kematian itu,
“pawainya bagus, barang barang yang diarak pun mewah, ada pot pot bunga yang di gantung”

Paginya, aku terbangun oleh ketukan pintu ayah yang tak henti henti.
Aku tadi bermimpi,
Aku menuju kamar mandi, duduk lalu menyapa kedua orangtuaku,
Ingin rasanya menceritakan mimpiku langsung pada mereka,
Tapi sebelum itu aku kembali lagi kekamarku,
Kubuka handphoneku,
Sembilan pesan satu panggilan.
Tanpa ekspresi.


Friday, October 19, 2012

Kini aku Mulai terbiasa, Tanpamu?


Kini aku mulai terbiasa, tak bertemu denganmu untuk waktu yang lama.
Aku pikir aku akan kehilangan lagi waktu waktu yang entah darimana bisa ada, untuk ada juga dirimu disana.
Lalu kita bertemu, meski sebenarnya aku datang dengan setumpuk rindu.
Aku pikir akan kaku, aku pikir akan bisu, lalu biasanya aku akan mengutuki diriku ketika sampai rumah
Karena, ya aku memang  menunggu waktu bisa bersamamu, kamu tahu itu?
Ajaib, aku mampu mengatur perasaanku.
Nyaman, dan seharusnya, aku bisa,
Kali ini Aku bisa tak merusaknya,
Dan terimakasih sudah ‘membantu’
Meski aku masih tak mampu melihat matamu lama, lalu pandangan ku segera menyapu ruas wajahmu dan kualihkan pergi,
Senyummu, masih indah, tapi ada yang berbeda.
Apakah sudah bukan hanya milikku saja?
Ah aku tak pernah benar benar bisa memilikinya.
Ohya, kumis tipis yang tumbuh.
Ingin kulihat dari tepi ke tepi, tapi aku takut tak bisa menguasai diri.

Jika Cinta itu Satu Dekapan. Lepaskan, yang Bukan milikmu.

Jika cinta itu satu,
Jika cinta itu dekapan,
Ketika yang kau dekap itu bukan milikmu,
Maka lepaskanlah,
Karena kau tidak akan pernah menemukan milikmu sampai kau benar benar lepas dari apapun,
sehingga terbuka dirimu untuk kemudian bisa mendekap yang memang untukmu, Satu